MANADO, 20 SEPTEMBER 2021 – Bagi Fien Legrans (57), pandemi yang melanda dunia dan Indonesia, tidak menjadi halangan baginya untuk tetap menjalankan tugas sebagai kader pos pelayan terpadu (posyandu), di Desa Bahoi Kecamatan Likupang Barat Kabupaten Minahasa Utara (Minut), Provinsi Sulawesi utara (Sulut).
Berbekal masker kain buatan tangan, hand sanitizer pembagian serta buku kesehatan ibu dan anak yang dikeluarkan BKKBN dan Dinas Kesehatan Minut, ibu dari dua puteri ini memberikan waktunya di hari Senin dan Kamis, di pukul 08.00 Wita hingga 10.00 Wita, untuk berjalan dari halaman rumah, ke halaman rumah milik para ibu hamil dan pemilik balita stunting demi mengingatkan tentang kebutuhan gizi dan nutrisi yang harus mereka komsumsi, atau bersosialisasi tentang pentingnya air susu ibu atau ASI untuk tumbuh kembang calon bayi, serta kewajiban warga untuk tetap patuh pada protocol kesehatan Covid –19.
Menurutnya, Desa Bahoi per Juni 2021 lalu memiliki empat calon ibu, serta lima balita yang masuk kategori stuting. Bahoi sendiri, masuk Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pariwisata Likupang, namun pihak keluarga disebutnya kadang lalai untuk pemenuhan gizi calon ibu dan balita, terutama pemenuhan kebutuhan untuk nutrisinya.
Desa Bahoi, dari data desa memang memiliki 78 Kepala keluarga (KK) nya masuk dalam kategori hidup di bawah garis kemiskinan, membuat pemenuhan susu untuk ibu hamil dan balita tidak mudah mereka dibeli apalagi Covid –19 memperparah situasi di Kabupaten Minut
Fien juga mengakui, tiga dari keluarga pemilik balita stunting amat sulit untuk diberikan penjelasan terkait masalah gizi yang diderita oleh balita mereka, padahal bayi yang mereka miliki jelas tidak memiliki bobot diatas 2,5 kg dan panjang 48 cm. “Bagi beberapa keluarga di desa yang saya temui, memiliki bayi kecil dan mungil dengan pertumbuhannya tidak seperti bayi sehat pada umumnya, disebut sebagai bayi hasil faktor keturunan yang kecil kecil dan bukan stunting,” tutur kader posyandu tertua ini, yang menerima upah bulanan dari desa sebesar Rp150 ribu untuk giat nya sebagai kader posyandu.
Kabupaten Minut, per Maret 2021 dari data yang dimiliki Dinas Kesehatan, tercatat memiliki 379 kasus stunting. Dan, Bupati Joune Ganda bertekad menuntaskan stunting hingga akhir tahun, melalui program yang sudah disiapkannya yaitu melalui gerakan bersama “Minut Sehat Minut Bebas Stunting”, dengan menggandeng TP – PKK Minut yang siap turun ke desa desa yang ada di 10 kecamatan.
Untuk Provinsi Sulut, dari data yang dikeluarkan oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Sulut per Mei lalu, ada 19.973 keluarga di Sulut yang memiliki anak stunting yang tersebar di beberapa kabupaten kotanya yaitu Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan (Bolsel), Kabupaten Bolaang Mongondow utara, Kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong) dan Kabupaten Minut.
Deputi Bidang Peningkatan Kesehatan, Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Drg Agus Suprapto dalam webinar tentang “Gizi dan Kesehatan Anak” yang digelar oleh Tempo Institute, bersama dengan Asosiasi Perusahaan Produk Bernutrisi untuk Ibu dan Anak (APPNIA), menekankan tentang lima pilar percepatan pencegahan stuting yaitu pertama dengan peningkatan komitmen dan visi kepemimpinan dari pusat hingga ke pemerintah desa, yang kedua adalah peningkatan komunikasi perubahan perilaku dan pemberdayan masyarakat, yang ketiga peningkatan konvergensi intervensi spesifik dan intervensi sensitif dari pusat hingga desa, keempat keempat peningkatan ketahanan pangan dan gizi pada tingkat individu keluarga, serta yang kelima adalah penguatan dan pengembangan sistem data dan informas dan riset.
“Semuanya disesuaikan dengan Perpres No.72 Tahun 20212 tetang percepatan penurunan stunting,” ucapnya dalam webinar, sembari mengingatkan pentingnya juga keterlibatan sektor nonpemerintah dalam pencapaian tersebut.
Penjelasan ini lansung mendapat respon dari Direktur Eksekutif Asosiasi Perusahaan Produk Bernutrisi untuk Ibu dan Anak (APPNIA), dr Poppy Kumala yang dalam bahasannya tentang “Peranan dan Kontribusi Industri dalam Mendukung Pemenuhan Gizi Ibu dan Anak”, mengungkap kontribusi APPNIA, pada pembangunan manusia Indonesia selain memproduksi produk produk bernutrisi.
APPNIA sejak hadir di tahun 1992 dengan dukungan dari perusahaan berlabel Abbott, Fonterra, Frisian flag, Indofood nutrition, Nutricia, Reckkitt, Nestle, Kalbe Nutritionals, Wyeth nutrion dan Sari husada mendukung penuh peningkatan status gizi dan kesehatan ibu dan anak di Indonesia. Tidak hanya ibu dan anak saja, APPNIA juga telah menjalankan program untuk pemenuhn nutrisi para remaja Indonesia untuk mempersiapan kehidupan mereka selanjutnya. “Intinya, kami APPNIA mendukung pembentuan generasi masa depan Indonesia yang sehat,” ujar dr Poppy.
Penjelasan yang tidak kalah menarik hadir dari Dokter Spesialis Anak Konsultan Nutrisi, FKUI RSCM, Prof Dr dr Damayanti R Sjarif, SpA(K) yang membahas tentang “Intervensi Tepat Guna Menghadapi Tantangan Status Gizi Anak Indonesia”, dimana kebutuhan nutrisi ibu hamil itu wajib dipenuhi dan bukan terdiri dari hal hal yang mahal saja. “Ikan di laut kita, kaya akan nutrisi, harganya terjangkau dan tidak mahal. Mengapa cari daging mahal yang minim nutrisi,” tegasnya, serta mengungkapkan bahwa bayi yang lahir kurang dari berat 2,5 kg dan panjang 48 cm maka itu adalah kondisi yang patut dicurigai sebagai stunting.
Tidak hanya itu, Damayanti juga menyebutkan pentingnya air susu ibu (ASI), untuk anak hingga di usia dua tahun. Khusus ASI, dokter dengan jam terbang tinggi ini menyebut tidak ada yang bisa menggantikan ASI untuk bayi dan anak, karena ASI adalah unik, serta tidak bisa digantikan atau disandingkan dengan susu lainnya. Dia pun berharap pemerintah juga mempertegas tentang aturan agar ibu hamil dan menyusui serta para balita, bisa mendapatkan pemenuhan kebutuhan gizi yang kaya nutrisi demi kehadiran generasi emas 25 tahun hingga 45 tahun mendatang.
Webinar ini, juga dihadiri oleh Direktorat Standardisasi Pangan Olahan BPOM yang memberikan materi tentag “Cakupan Regulasi dan Kategorisasi Susu untuk Anak di Indonesia” dan tidak ketinggalan Redaktur Utama Gaya Hidup Tempo.co, Rini Kustiani yang dengan trik jitu nya berbagi tentang “Menulis Isu Kesehatan Agar Lebih Berdampak”.(graceywakary)