Uni Lubis, Jurnalis Perempuan Itu Kuat dan Wajib Beretika

MANADO – Kekerasan batin maupun fisik kerap kali terjadi pada perempuan, walau kesetaraan gender selalu nyaring diperdengarkan namun keperempuanan haruslah tetap mendapat perlakuan khusus.

Kali ini, Ketua Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) Pusat, Uni Lubis saat memberikan pembekalan pada para anggota FJPI Sulut tentang Jurnalisme Responsif Gender, kemarin pagi di Hotel AryaDuta Manado.

Bacaan Lainnya

Menurutnya, masih banyak perusahaan maupun instansi yang belum responsif gender. Contoh sederhana, apakah di setiap kantor memiliki ruang laktasi untuk pekerja perempuan yang menyusui? Pasti masih banyak yang belum. Termasuk di perusahaan media. “Ada ngak ruang laktasi di kantor teman- teman jurnalis?,” ujarnya sambil tersenyum.

Gender bukan hanya untuk perempuan saja, tetapi juga untuk laki-laki. Namun, saat ini peran laki- laki lebih mendominasi dalam berbagai hal sehingga perempuan pun tidak kalah hebat dengan laki-laki. Melihat hal ini kata Uni, jurnalis harus responsif gender.

Dia pun mencontohkan, dirinya harus mewawancarai salah satu sumber korban tsunami yang hidup sebatang kara, sebab keluarganya meninggal. Untuk mengorek informasi, tidak serta merta langsung bertanya bagaimana kejadian 10 tahun silam di Aceh. Itu sama saja mengingat masa kelamnya, yang mungkin ingin dia lupakan.

“Saya berbincang- bincang dengan si polwan kurang lebih 30 menit, akhirnya dalam pembicaraan tersebut sang polwan pun menceritakan kejadian pahit tsunami medio 26 Desember 2006 silam, yang merengut keluarganya,” beber Uni yang saat itu sangat berempati dengan sumber

Inilah responsif gender yang harus dilakukan ketika menemui kasus demikian di lapangan. Bahkan masih banyak lagi diskusi yang lain menyangkut perempuan dan anak yang dibahas sebagai bahan untuk pemberitaan.

Uni pun membeberkan fakta bahwa, jurnalis perempuan selalu dipandang lemah oleh laki-laki karena, jurnalis perempuan dianggap bodoh dalam liputan politik, manager perempuan dianggap lemah dalam melaksanakan tugas, bahkan jurnalis perempuan tidak ingn diintimidasi dan diintervensi saat peliputan politik.

Responsif gender yang harus dilakukan menyikapi sikap tersebut, jurnalis perempuan harus open mind atau berpikir terbuka dalam peliputan perspektif. Kemudian, kesetaraan sangat penting dalam ruang redaksi di masing-masing perusahaan, bekali dengan pelatihan dasar jurnalis, hindari eksploitasi perempuan, bahkan membuat berita harus memperhatikan gambar dan sudat pengambilan gambar agar perempuan tidak disudutkan.

Ketika ditanyakan, bagaimana membagi waktu antara bekerja dan menjadi ibu dengan tersenyum Uni membeberkan, dirinya sejak memiliki anak usia dua minggu sang anak sudah dibawah di dapur redaksi. Mau rapat atau bekerja nyaman karena anak dibawah serta dalam melakukan pekerjaan.

Para jurnaslis perempuan yang hadir juga tidak kurang antusias dengan materi menarik dari Uni, diantaranya malah ikut memberikan masukan seperti dari contributor Trans 7 di Manado, Michelle de Jongker, Pemred Manadolive.com Rosita Karim dan reporter dari Manado Post, Ayu Rahmi. Bravo. (Charencia Repie)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *